Minggu, 23 September 2012

BAB 2 PROPOSAL TEKNIS

BAB II  KAJIAN LITERATUR

2.1 PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
Perencanaan (planning) merupakan istilah umum yang sangat luas cakupan kegitannya. Pengertian dari perencanaan adalah suatu proses pengambilan keputusan untuk menyusun suatu rencana (plan). Para ahli mendefinisikan kata perencanaan dengan kalimat yang berbeda-beda, tergantung aspek apa yan ditekankan. Akan tetapi dapat disimpulkan bahwa di dalam perencanaan mencakup pengertian sebagai penentuan terlebih dahulu apa yang akan dikerjakan dan sebagai penentuan serangkaian kegiatan untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Beberapa elemen dasar yang mencirikan kegiatan perencanaan menurut Conyers dan Hills (1984) adalah

a. Merencanakan itu adalah memilih (To plan means to choose);
b. Perencanaan sebagai cara untuk mengalokasikan sumber daya (Planning as a means of allocating resources);
c. Perencanaan sebagai cara untuk mencapai tujuan (Planning as a means of achieving goals);
d. Perencanaan terkait dengan masa yang akan datang (Planning for the future).

Hal serupa juga terlihat di dalam pandangan Anderson (1995) yang mengatakan rangkain proses perencanaan secara umum sesungguhnya terdiri dari beberapa aktifitas:

a. Identifikasi Masalah (Problem Identification)
Proses perencanaan harus mampu mengenali (identify) masalah-masalah yang ada saat ini (actual problems) dan permasalahan-permasalahan yang akan muncul di masa yang akan datang (anticipated problems). Permasalahan yang diidentifikasi adalah permasalahan yang terkait dengan pemerintah setempat.

b. Menetapkan Tujuan (Goal Setting)
Menetapkan tujuan dimaksudkan agar memiliki sesuatu hal yang ingin dicapai akhirnya. Menentukan tujuan pada penduduk yang homoge jauh lebih mudah daripada penduduk yang bersifat heterogen, hal ini disebabkan karena penduduk yang heterogen memiliki pemikiran yang berbeda dan pemahaman yang berbeda pula.

c. Mengumpulkan dan Mengintepretasikan Data (Collect and Interpret Data)
Data merupakan bahan dasar yang penting untuk dikumpulkan untuk membuat keputusan-keputusan di dalam perencanaan. Data yang bermanfaat adalah data yang informasi yang ada di dalamnya bermanfaat bagi pembacanya. Informasi yang dikumpulkan terkait dengan kerangka kerja (framework) yang digunakan untuk menganalisis atau menggambarkan suatu permasalahan yang akan dibahas seperti kondisi fisik dan non fisik di wilayah perencanaan.

d. Persiapan Penyusunan Rencana (Prepare Plans)
Penyusunan rencana biasanya selalu terkait dengan elemen-elemen inti (core elements) dan pendukung (supplemental elements). Batasan ruang lingkup dari wilayah perencanaan, termasuk wilayah-wilayah yang berdekatan, selanjutnya batasan substansi yang secara umum digunakan dalam perencanaan terutama terkait dengan permasalahan-permasalahan yang sedang menjadi perhatian banyak orang di wilayah perencanaan.

e. Draft Program untuk Implementasi Rencana (Draft Program for Implementing Plan)
Draft ini digunakan untuk memberikan informasi tentang program apa yang akan disusun untuk mewujudkan recana, berapa besar anggaran untuk menjalankan program tersebut, sejauhmana program dapat menjawab permasalahan atau mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan.

f. Evaluasi dampak Rencana dan Implementasi Program (Evaluate Impact of Plans and Implementing Programs)
Pada tahapan ini akan dievaluasi dampak yang akan terjadi dari program-program yang telah dirumuskan. Beberapa aspek yang dipertimbangkan di dalam melakukan evaluasi di antaranya:

· Kemungkin dampak lingkungan,

· Potensi dampak terhadap kehidupan atau kemajuan dibidang ekonomi,

· Dampak potensial atas pembiayaan keuangan pemerintah, dan

· Konsekuensi sosial yang akan ditimbulkan.

g. Peninjauan kembali dan Adopsi Rencana (Review and Adopt Plans)
Pada tahapan ini ditinjau kembali tentang semua rencana program yang telah disusun untuk diterima sebagai kebijakan oleh seluruh pemangku kepentingan dalam wilayah hukum pada wilayah perencanaan. Tahapan ini dilakukan pemastian bahwa rencana yang sudah disusun dapat dipahami oleh stakeholder terkait.

h. Mengkaji kembali dan Menerima Pelaksanaan Program (Review and Adopt Implementing Program)
Tahapan ini menuntut bahwa semua pemangku kepentingan (stakeholder) yang terkait atau menerima dampak baik secara langsung maupun tidak langsung dari perencanaan tersebut diberikan informasi yang baik sehingga dalam pelaksanaannya tidak menghadapi kendala.

i. Kelola Secara Adminitratif Pelaksanaan Program Dan Monitor Dampaknya (Administer Implementing Programs; Monitor Their Impact)
Pada tahapan ini hasil dari suatu rencana mulai terlihat jelas secara fisik. Hasil dari suatu rencana tersebut biasanya menuntut biaya dan waktu dalam penerapannya. Sesuai dengan upaya untuk terus meningkatkan mutu perencanaan maka kritik dan saran terhadap produk perencanaan sangat dibutuhkan. Terutama dari masyarakat yang terkena dampak langsung dengan pelaksanaan rencana.

2.1.1 Perencanaan Wilayah

Perencanaan wilayah adalah perencanaan penggunaan ruang wilayah dan perencanaan aktivitas pada ruang wilayah tersebut. Perencanaan ruang wilayah tercakup dalam kegiatan perencanaa tata ruang, sedangkan perencanaan aktivitas pada ruang wilayah (terutama aktivitas ekonomi) tercakup dalam kegiatan perencanaan pembangunan wilayah, baik jangka panjang, jangka menengah, maupun jangka pendek. Perencanaan wilayah sebagai langkah dalam menciptakan kehidupan yang efisien, nyaman, serta lestari. Pada akhirnya, menghasilkan rencana yang menetapkan lokasi dari berbagai kegiatan yang direncanakan, baik pihak pemerintah maupun pihak swasta.

Melihat luasnya bidang yang tercakup di dalam perencanaan wilayah maka ilmu perencanaan wilayah dapat dibagi atas berbagai subbidang seperti berikut ini :

a. Subbidang perencanaan ekonomi sosial wilayah, dapat diperinci lagi atas :
· Ekonomi sosial wilayah (mencakup hal-hal mendasar dan berlaku umum);

· Ekonomi sosial perkotaan (mencakup ekonomi sosial wilayah ditambah dengan masalah spesifik perkotaan);

· Ekonomi sosial pedesaan (mencakup ekonomi sosial wilayah ditambah dengan masalah spesifik pedesaan).

b. Subbidang perencanaan tata ruang atau tata guna lahan dapat diperinci atas :

· Tata ruang tingkat nasional;

· Tata ruang tingkat provinsi;

· Tata ruang tingkat kabupaten atau kota;

· Tata ruang tingkat kecamatan atau desa;

· Detailed design penggunaan lahan untuk wilayah yang lebih sempit, termasuk perencanaan teknis, terutama di wilayah perkotaan (misalnya untuk pengaturan IMB).

c. Subbidang perencanaan khusus seperti :

· Perencanaan lingkungan;

· Perencanaan permukiman atau perumahan;

· Perencanaan transportasi.

d. Subbidang perencanaan proyek (site planning) seperti :

· Perencanaan lokasi proyek pasar;

· Perencanaa lokasi proyek pendidikan;

· Perencanaan lokasi proyek rumah sakit;

· Perencanaan lokasi proyek real estate;

· Perencanaan lokasi proyek pertanian.

Meskipun keseluruhan dari bidang tersebut termasuk ke dalam bidang perencanaan wilayah, namun untuk beberapa subbidang yang cakupan wilayahnya sempit tetapi bersifat rinci telah tercakup atau diajarkan pada disiplin ilmu lain sehingga seringkali tercakup pada dalam disiplin ilmu lain.

2.1.2 Perencanaan Kota
Perencanaan kota merupakan proses penyusunan rencana tata ruang kota, yang didalamnya terkandung arahan penataan ruang kota. Pada awalnya, kegiatan perencanaan dilakukan oleh orang-orang “pilihan” yang dianggap mampu menerjemahkan visi dan keinginan manusia akan tata ruang yang lebih baik, atau mereka yang memiliki kewenangan untuk merealisasikan cita-cita mereka mengenai masyarakat yang dianggap ideal.

Dalam prakteknya, perencanaan pada masa lalu sangat dipengaruhi oleh “keterpesonaan” perencana agar dapat memahami alam dengan lebih baik dan menciptakan hubungan antara manusia dan alam. Dalam skala mikro, hal ini dipraktikkan oleh Frank Llyod Wright dengan rancangan arsitektur yang memadukan antara alam dan lingkungan buatan. Dalam skala yang lebih makro, beberapa komunitas masih memperlihatkan upaya penyeimbangan antara manusia – alam melalui perancangan kota, seperti yang ditunjukkan dalam prinsip perancangan ruang komunitas di Bali yang tetap berpegangan pada pengetahuan lokal. Salah satu praktik yang menonjol adalah pemisahan ruang menjadi tiga yang merupakan upaya pengaturan ruang kosmologis yang menyeimbangkan antara manusia – Tuhan, manusia – manusia, dan manusia – alam. Pada skala kota, keseimbangan ini dijaga dengan mengendalikan agar lingkungan memberikan hidup yang nyaman bagi yang tinggal di dalamnya, misalnya dengan mempertahankan ruang terbuka hijau (pemakaman yang harus selalu ada).

Seiring dengan modernsisasi tata ruang, kota tumbuh melewati batas yang dapat ditoleransi oleh lingkungan perkotaan. Seiring dengan siklus perkotaan, bagian pusat kota menjadi terbengkalai dan perlu direvitalisasi, sementara bagian pinggiran merupakan kawasan yang baru terbangun dengan “memakan” ruang terbuka hijaunya. Bentukan fisik kota mengalami penyeragaman rupa dengan penonjolan indivualitas bangunan-bangunan. Dalam hal ini, sesuatu yang megah ditunjukkan oleh ukuran gedung (luas dan tinggi) maupun skala pelayanan. Dalam hal ini modernisasi tata ruang merefleksikan keinginan manusia untuk menciptakan kebaharuan-kebaharuan melalui penguasaan terhadap alam dan lingkungan.

Titik balik dimana manusia mulai meninggalkan yang tradisional dan mulai memfokuskan kepada kebutuhannya secara personal mempengaruhi praktik perencanaan. Dalam sejarahnya, perencanaan kota sendiri merupakan upaya untuk memanipulasi ruang yang sudah ada agar manusia hidup nyaman dan layak. Ilmu perencanaan sendiri, dalam pandangan saya, mengesahkan suatu metode pemisahan manusia dan lingkungan (alam). Melalui objektivitas berpikir dan rasio yang digunakannya, manusia merumuskan konsep dan menciptakan teknologi serta standar yang semakin memperkuat kecenderungan untuk memanipulasi lingkungan. Perencanaan kota menjadi kurang pada aspek penonjolan terhadap subjektivitas pengamatan unsur-unsur di dalam ruang, sehingga perencana sedikit memiliki sensitivitas dalam pengamatan terhadap lingkungan. Pada titik ekstrem dari perencanaan modern ini, muatan rencana pun mengalami standardisasi. Pedoman maupun standar menjadi pegangan untuk menentukan isi, sedangkan aspek-aspek yang direncanakan pun telah ditetapkan dengan prosedur. Dalam hal ini, perencana telah kehilangan “keterpesonaan” terhadap lingkungan.

2.1.3 Peri-Urban
Istilah peri urban merupakan istilah yang berasal dari bahasa Inggris. Istilah peri merupakan kata sifat yang bermakna pinggiran atau sekitar dari suatu objek tertentu. Sementara istilah urban merupakan istilah yang berarti sifat kekotaan atau sesuatu yang berkenaan dengan kota. Penggabungan dari kedua istilah tersebut yaitu peri dan urban akan membentuk kata sifat baru yang secara harafiah berarti sifat kekotaan dan sekitar, sehingga apabila ditamabah dengan kata region, maka kata peri urban region mempunyai makna sebagai suatu wilayah yang berada disekitar perkotaan.

Kawasan peri urban merupakan kawasan yang berdimensi multi, hal ini dikarenakan pengkaburan makna sekitar perkotaan, yang berarti memiliki makna sifat kekotaan dan sifat kedesaan. Pengidentifikasian kawasan peri urban sangat sulit jika dilihat dari dimensi non-fisikal, oleh karena itu pada tahap pengenalan kawasan peri urban hanya didasarkan pada istilah kedesaan maupun kekotaan dari segi fisik morfologi yang diindikasikan oleh bentuk pemanfaatan lahan non-agrarisversus penggunaan lahan agraris dari sisi ini wilayah perkotaan merupakan suatu wilayah yang didominasi oleh bentuk pemanfaatan lahan non-agraris, sedangkan wilayah kedesaan adalah wilayah yang didominasi oleh bentuk pemanfaatan lahan agraris.

Dari segi sosial-ekonomi pengidentifikasian kawasan peri urban ini sedikit berbeda dengan pengidentifikasian secara fisikal, karena pengidentifikasian segi ini menyangkut perilaku sosial maupun ekonomi masyarakat. Secara ilmiah penentuan batasan kawasan peri urban ini sangat sulit, namun McGee (1994:13) mengemukakan bahwa “batas terluar dari kawasan peri urban ini adalah tempat dimana orang masih maumenglaju untuk bekerja/melakukan kegiatan kekota”. Batasan fisikal morfologis kawasan peri urban mengisyaratkan adanya kecendrungan semakin luasnya kawasan peri urban ini. Hal ini didasarkan pada kenyataan dilapangan bahwa pertambahan penduduk dan kegiatannya selalu diikuti dengan tuntutan peningkatan ruang yang akan dimanfaatkan, baik digunakan sebagai tempat tinggal maupun untuk tempat kegiatan lainnya. Perkembangan sarana dan prasarana transportasi memegang peranan yang sangat signifikan atas perkembangan kawasan peri urban.

Pertambahan volume dan frekuensi kegiatan yang ada juga akan diikuti dengan tuntutan penyediaan ruang yang brfungsi untuk mengakomodasi kegiatan-kegiatan baru tersebut. Tidak semua pertambahan tuntutan akan ruang baik untuk pemukiman maupun kegiatan-kegiatan lainnya dapat diakomodasikan, sehingga penambahan pemukiman dan ruang kegiatan-kegitan lainnya dilaksanakan di luar kawasan perkotaaan yang sudah terbangun, atau di lahan-lahan terbuka yang masih berupa lahan pertanian yang letaknya tidak jauh dari kawasan perkotaan. Di sinilah latar belakang terjadi perembetan kenampakan fisikal kekotaan kearah luar terjadi yang dikenal dengan urban sprawl.

Proses urban sprawl ini mengakibatkan bertambah luasnya lahan kekotaan terbangun (urban built-up land) dan dari sinilah kawasan peri urban dikenali. Menurut Andreas (1942) pengertian kawasan peri urban adalah suatu zona yang didalamnya terdapat percampuran antara struktur lahan kedesaan dan lahan kekotaan (the intermingling zone of characteristically urban land use structure). Secara komprehansif, definisi tersebut dapat dikatakan bahwa kawasan peri urban atau rural urban fringe merupakan zona peralihan pemanfaatan lahan, peralihan karakteristik sosial dan peralihan karakteristik demografis yang terletak antara:

a. Wilayah kekotaan terbangun yang menyatu dengan permukiman kekotaan utamanya dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pusat kota, dan

b. Daerah buriloka (hinterland) kedesaannya yang memiliki ciri khas seperti langkanya tempat tinggal penduduk bukan petani, mata pencaharian bukan kedesaan dan pemanfaatan lahan bukan kedesaan.

Di dalamnya terdapat percampuran orientasi sosial ekonomi kedesaan dan kekotaan dan mulai terjadi penetrasi utilitas dan fasilitas kekotaan serta dicirikhasi oleh adanya aplikasi peraturan zoning dan perencanaan yang tidak terkoordinasi dengan baik. Sementara itu perkembangan fisikal kekotaan telah melampaui batas-batas administrasi kota dan di wilayah tersebut sangat potensial terjadinya kenaikan kepadatan penduduk yang signifikan dan menciptakan kepadatan yang lebih tinggi dari rerata kepadatan penduduk di daerak kedesaan di sekitarnya, namun masih lebih rendah dari rerata kepadatan penduduk dibagian dalam kota.

Melihat dari beberapa definisi diatas, maka batasan fisikal dari kawasan peri urban masih kabur, namun menekankan pada performa pemanfaatan lahan, maka batasan dari segi ini tidk jauh pergeserannya dari batasan kawasan peri urban dari segi ekonomi.

Isu yang terkait dengan periurban adalah

· Periurban menjadi daerah urbanisasi sementara. Biasanya orang menuju ke kota untuk mencari pekerjaan yang lebih baik daripada di desa;

· Munculnya daerah semi-urban (belum sepenuhnya berkarakter kekotaan tetapi karakter pedesaan sulit terlihat;

· Ekonomi basis perkotaan bukan lagi pertanian lokal, hal ini terjadi karena adanya perubahan tata guna lahan.

2.1.4 Logical Framework
Logical framework merupakan kerangka kerja logis dalam menyusun proses perencanaan. logical framework ini digunakan untuk mengetahui kegunaan dan cara kerja sistem dari proses perencanaan.

Pemanfaatan Logical Framework Analysis (LFA) masih terbatas bertujuan untuk melakukan proses perencanaan proyek yang bersifat partisipatoris dan berorientasi tujuan. Teknik ini memerlukan keterlibatan seluruh stakeholder terkait dalam suatu rencana/program untuk menentukan prioritas dan rencana implementasi. Padahal LFA merupakan alat bantu analisis dan manajemen yang dapat menjelaskan analisis situasi yang menjadi alasan atau argumentasi penting suatu program, kaitan logis sebab-akibat secara hirarki hubungan antara tujuan yang akan dicapai dengan proses yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan, identifikasi potensi-potensi resiko yang akan dihadapi dalam pelaksanaan program, mekanisme bagaimana hasil-hasil kerja (output) dan dampak program (outcome) akan dimonitor dan dievaluasi dan penyajian ringkasan program dalam suatu format standard.

Kerangka ini digunakan ketika melakukan identifikasi dan penjajagan dalam penyusunan proposal, menyiapkan disain proyek/program dalam suatu sistematika dan kaitan yang masuk akal, penilaian disain proyek/program, memutuskan persetujuan untuk pelaksanaan proyek/program, monitoring dan evaluasi kemajuan (progress) dan kinerja (performance) program.

Logical framework juga dapat digunakan sebagai petunjuk teknis dalam pengelolaan program, atau tepatnya kemampuan tehnis, bahwa yang bersangkutan mempunyai kemampuan tehnis dalam menyelenggarakan suatu program. Logical Framework sebagai kemampuan tehnis program karena dapat digunakan sebagai alat untuk perencanaan, penilaian, monitoring dan evaluasi dari kegiatan-kegiatan dalam program yang telah dibuat.

Kerangka logika sebagai teknis dalam mengkombinasikan logika vertikal maupun logika Horisontal. Tujuan yang ditetapkan dapat diukur dengan indikator melalui informasi yang dikumpulkan dan disajikan dalam alat verifikasi khusus.

2.2 DATA DAN ANALISIS DATA

Data adalah catatan atas kumpulan fakta. Data merupakan bentuk jamak dari datum, berasal dari bahasa Latin yang berarti "sesuatu yang diberikan". Dalam penggunaan sehari-hari data berarti suatu pernyataan yang diterima secara apa adanya. Pernyataan ini adalah hasil pengukuran atau pengamatan suatu variabel yang bentuknya dapat berupa angka, kata-kata, atau citra.

Dalam bidang keilmuan (ilmiah), fakta dikumpulkan untuk menjadi data. Data kemudian diolah sehingga dapat diutarakan secara jelas dan tepat sehingga dapat dimengerti oleh orang lain yang tidak langsung mengalaminya sendiri, hal ini dinamakan deskripsi. Pemilahan banyak data sesuai dengan persamaan atau perbedaan yang dikandungnya dinamakan klasifikasi.

Sebelum data disajikan, data harus diolah terlebih dahulu. Mengolah data dapat dilakukan dengan cara menganalisis data. Definisi analisis data dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Patton (1980)
Analisis Data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya kedalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar.

b. Bogdan dan Taylor (1975)
Analisis Data adalah proses yang merinci usaha formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis (ide) seperti yang disarankan oleh data serta sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan hipotesis.

c. Lexy J. Moleong (2000)
Analisis Data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.

Dalam analisis data, dijelaskan pula seperti apa bentuk-bentuk analisa data. Ada yang berbentuk analisis kuantitatif dan ada pula yang berbentuk analisis kualitatif. Analisis kuantitatif adalah analisa yang menggunakan alat analisa bersifat kuantitatif, dimana alat yang digunakan berupa model-model matematis dengan hasil yang disajikan berupa angka-angka yang kemudian diuraikan atau diinterpretasikan dalam suatu uraian. Sedangakan analisis kualitatif terbatas pada teknik pengolahan datanya, seperti pengecekan data dan tabulasi, dalam hal ini analisis ini hanya sekedar membaca tabel-tabel, grafik-grafik atau angka-angka yang tersedia, kemudian melakukan uraian dan penafsiran.

Tujuan dari menganalisis data adalah agar data dapat diberi makna yang berguna dalam memecahkan masalah-masalah penelitian, memperlihatkan hubungan-hubungan antara fenomena yang terdapat dalam penelitian, untuk memberikan jawaban terhadap hipotesis yang diajukan dalam penelitian, bahan untuk membuat keseimpulan serta implikasi-implikasi dan saran-saran yang berguna untuk kebijakan penelitian selanjutnya.

2.2.1 Pengumpulan Data
Pengumpulan Data adalah pencatatan peristiwa, hal-hal, beberapa keterangan, beberapa karakteristik serta sebagian atau seluruh elemen populasi yang akan menunjang atau mendukung sebuah penelitian.

Beberapa kegiatan pengumpulan data adalah kuesioner (angket), wawancara dan observasi. Jenis angket atau kuesioner ada yang bersifat terbuka (opened questionare), bersifat tertutup (closed questionare) dan kuesioner yang bersifat semi terbuka (semi opened questionare). Dalam pengumpulan data yang berupa wawancara juga terdapat jenis-jenis, seperti wawancara berstruktur, dan wawancara tidak berstruktur. Observasi memiliki dua jenis yang berbeda yaitu observasi yang berdasarkan cara pengamatan yang dilakukan yang terdiri dari observasi berstruktur dan observasi tak berstruktur. Selain itu, dalam observasi juga ada yang berdasarkan keterlibatan pengamatan dalam kegiatan seseorang serta terdiri dari observasi partisipan dan observasi tak partisipan.

2.2.2 Analisis Proyeksi
Analytical Projection (Proyeksi Analisis) merupakan prakiraan yang dibuat dengan menentukan sebab-sebab terjadinya suatu kejadian diwaktu yang lalu. Analisis ini menggunakan penalaran ini dalam menganalisis kejadian-kejadian yang mungkin terjadi dimasa mendatang.

2.2.3 Analisis Skoring
Analisis skoring adalah analisis yang digunakan untuk menentukan analisis kelayakan lahan. Skoring tersebut merupakan penjumlahan dari nilai skor kelerengan, klimatologi dan jenis tanah. Ada beberapa faktor skoring yang digunakan dalam analisis skoring ini, antara lain :

a. Kelas Lereng

Tabel II.1 Kelas Lereng dan Nilai Skor 

No
Kelas
Lereng (%)
Deskripsi
Skor
1
I
0-8
Datar
20
2
II
8-15
Landai
40
3
III
15-25
Agak curam
60
4
IV
25-45
Curam
80
5
V
>45
Sangat curam
100

Sumber : SK Menteri Kehutanan No. 837/UM/II/1980 dan No. 683/KPTS/UM/1981 

Keterangan kawasan lereng atau lahan :
· 0 – 2 : termasuk kawasan layak bangun (permukiman)
· 2 – 15 : termasuk kawasan budaya maupun pariwisata
· > 15 : termasuk kawasan konservasi (hutan lindung)

b. Intensitas Hujan Harian

Tabel II.2

Intensitas Hujan Harian Rata-rata dan Nilai Skor
No
Interval (mm/hari)
Deskripsi
Skor
1
0 – 1500
Sangat rendah
10
2
1.500 – 2.000
Rendah
20
3
2.000 – 2.500
Sedang
30
4
2.500 – 3.000
Tinggi
40
5
> 3.000
Sangat tinggi
50
Sumber : SK Menteri Kehutanan No. 837/UM/II/1980 dan No. 683/KPTS/UM/1981 

c. Kelas Tanah Menurut Kepekaan Erosi

Tabel II.3 Kelas Tanah Menurut Kepekaan Erosi dan Nilai Skor
No
Kelas
Jenis Tanah
Deskripsi
Skor
1.
I
Alluvial, Tanah Gley, Planosol, Hidromorf, kelabu, Laterit Air Tanah
Tidak peka
15
2.
II
Latosol
Kurang peka
30
3.
III
Brown Forest, Nonn Caltic Brown, Mediterania
Peka
45
4.
IV
Andesol, Lateric, Grumosol, Podsol, podsotic
Peka
60
5.
V
Rebosol, Litosol, Organosol, Renzina
Sangat peka
75
Sumber : SK Menteri Kehutanan No. 837/UM/II/1980 dan No. 683 / KPTS / UM/1981 

2.3 ISU DAN PERMASALAHAN

Isu adalah suatu peristiwa atau kejadian yang dapat diperkirakan terjadi atau tidak terjadi pada masa mendatang, yang menyangkut ekonomi, moneter, sosial, politik, hukum, pembangunan nasional, bencana alam, hari kiamat, kematian, ataupun tentang krisis.

Selain isu, ada pula permasalahan yang yang harus diteliti dan dipecahkan. Berikut ini adalah pengetian dan definisi masalah :

· Irmansyah Effendi

Masalah adalah pelajaran saat anda sadar sebagai kesadaran jiwa, anda dengan mudah dapat melihat kelemahan dan masalah anda

· Abdul Cholil

Masalah adalah bagian dari kehidupan. Setiap orang pasti pernah menghadapi masalah, bisa bersumber dari diri sendiri maupun bersumber dari orang lain

· Jeffey Liker

Masalah merupakan peluang untuk perbaikan, kebalikan dari masalah adalah peluang

· Jujun Suparjan Suriasumantri

Masalah merupakan titik tolak dari seluruh kegiatan keilmuan yang akan dilakukan

· Istijanto

Masalah merupakan bagian yang paling penting dalam proses riset, sebab masalah memberi pedoman jenis informasi yang nantinya akan dicari

· Richard Carlson

Masalah adalah tempat terbaik untuk berlatih agar hati kita tetap terbuka karenamasalah adalah bagian dari kehidupan kita

· Agung Wijaya

Masalah merupakan suatu keadaan yang tidak seimbang antara harapan/keinginan dengan kenyataan yang ada

· Ilmu Biologi

Masalah merupakan suatu pengertian / makna yang belum kita pahami tentang mengapa gejala benda dan gejala perustiwa di alam ini ada dan bisa terjadi atau mengalami proses serta mempengaruhi kehidupan kita

Contoh perbedaan antara isu dan masalah adalah apabila masalah yang ada merupakan sopir angkot yang tidak tertib dan issuenya adalah kemacetan. Dalam menemukan masalah dan issue dapat dilakukan dengan membaca literature, lalu melakukan survey.

2.4 PENGEMBANGAN PARIWISATA

Pengertian pariwisata menurut A.J. Burkart dan S. Medik (1987) adalah perpindahan orang untuk sementara dan dalam jangka waktu pendek ke tujuan- tujuan diluar tempat dimana mereka biasanya hlidup dan bekerja dan kegiatan-kegiatan mereka selama tinggal di tempat-tempat tujuan itu. Menurut Hunziger dan krapf dari Swiss dalam Grundriss Der Allgemeinen Femderverkehrslehre, menyatakan pariwisata adalah keserluruhan jaringan dan gejala-gejala yang berkaitan dengan tinggalnya orang asing disuatu tempat dengan syarat orang tersebut tidak melakukan suatu pekerjaan yang penting (Major Activity) yang memberi keuntungan yang bersifat permanent maupun sementara. Sedangakan menurut Prof. Salah Wahab dalam Oka A Yoeti (1994, 116.), pariwisata dalah suatu aktivitas manusia yang dilakukan secara sadar yang mendapat pelayanan secara bergantian diantara orang-orang dalam suatu Negara itu sendiri/ diluar negeri, meliputi pendiaman orang-orang dari daerah lain untuk sementara waktu mencari kepuasan yang beraneka ragam dan berbeda dengan apa yang dialaminya, dimana ia memperoleh pekerjaan tetap. Berdasarkan Undang - Undang No.10/2009 tentang kepariwisataan, yang dimaksud dengan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata yang didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah.

Banyak negara yang bergantung dari industri pariwisata sebagai sumber pajak dan pendapatan untuk perusahaan yang menjual jasa kepada wisatawan. Oleh karena itu pengembangan industri pariwisata adalah salah satu strategi yang dipakai oleh organisasi nonpemerintah untuk mempromosikan wilayah tertentu sebagai daerah wisata untuk meningkatkan perdagangan melalui penjualan barang dan jasa kepada orang nonlokal.

Di Indonesia, pariwisata memegang peranan yang sangat penting dalam sektor ekonomi. Dari hasil devisa sektor pariwisata ini telah menjadi sumber pendapatan ketiga setelah komoditi minyak dan gas bumi serta kelapa sawit. Setiap tahunnya terjadi peningkatan jumlah wisatawan asing yang datang ke Indonesia. Hal ini dikarenakan Indonesia memang dikenal dengan potensi alam dan budayanya yang menjadi faktor penarik dari kepariwisataan di Indonesia.

Agar kegiatan pariwisata dapat berjalan baik, maka dikeluarkan peraturan daerah mengenai aset wisata. Tempat wisata haruslah menjadi tempat yang dapat menarik wisatawan baik asing maupun domestik. Hal tersebut tercantum dalam Undang – Undang No.9 Tahun 1990 mengenai daya tarik sasaran yang dapat dijadikan tempat wisata adalah sebagai berikut:

· Ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang berwujud keadaan alam serta flora dan fauna, seperti pemandangan alam, panorama indah, hutan rimba dengan tumbuhan tropis, serta binatang-binatang langka;

· Karya manusia yang berwujud; museum, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni budaya, wisata (agro), wisata tirta (air), wisata petualangan, taman rekreasi dan tempat hiburan;

· Sasaran wisata minat, berhubungan dengan hobi (berburu, mendaki gunung, industri dan kerajinan, tempat perbelanjaan, sungai air deras, tempat-tempat ibadah ziarah dan lain-lain.

Setiap daerah di Indonesia memiliki unsur – unsur yang terdapat dalam tempat yang menjadi sasaran pariwisata tersebut. Kalaupun tidak semua ada, masih ada yang dapat diberdayakan menjadi objek pariwisata yang dapat menambah devisa derah masing – masing.

Dalam mengembangkan sektor pariwisata, ada beberapa cara atau model pengembangan pariwisata yang dapat meningkatkan sektor pariwisata dan meningkatkan tingkat ekonomi masyarakat sekitarnya. Model pengembangan pariwisaa ini berbasis pada masyarakat. Pariwisata berbasis masyarakat adalah pengembangan pariwisata dengan tingkat keterlibatan masyarakat setempat yang tinggi dan dapat dipertanggung jawabkan dari aspek sosial dan lingkungan hidup. Dengan model pengembangan pariwisata ini juga memberikan dampak positif kepada masyarakat sekitarnya karena dapat meningkatkan nilai pendapatan sehari-hari dan ketergantungan terhadap sumber daya alam dapat berkurang secara berangsur-angsur. Pengembangan pariwisata berbasis masyarakat ini menggunakan pendekartan kerjasama antar pihak termasuk pemerintah, masyarakat, usaha pariwisata, LSM, serta perguruan tinggi. Pengembangan pariwisata berbasis masyarakat ini pada tahap awal, pendampingan masyarakat sangat dibutuhkan agar masyarakat mau terlibat secara langsung dalam seluruh proses pengembangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar